![]() |
Kegiatan Manganan di Desa Plesungan Bojonegoro/Foto: Elok N. P. |
Upacara sedekah bumi atau manganan adalah suatu upacara adat istiadat yang ada di suatu wilayah tertentu, di mana terdapat seserahan hasil bumi yang diperoleh masyarkat dilaksanakan sebagai tadabbur alam atau sebagai ucapan rasa syukur yang ada ditujukan kepada bumi yang mana telah memberikan rezeki berupa hasil bumi untuk keberlangsungan hidup manusia. Salah satunya masyarakat adat Jawa bertepatan di daerah bumi Angling Dharma yakni Bojonegoro pada Desa Plesungan Kecamatan Kapas telah melaksanakan upacara sedekah bumi pada hari Jumat 10 Juni 2022. Acara digelar secara khidmad yang berada pada tempat strategis yang ada pada desa seperti halaman masjid, balai desa, atau punden setempat.
Sesajen khas dalam upacara adat sedekah bumi salah satunya bubur sura, seperti sudah tidak asing lagi dengan bubur sura yakni bubur yang dimasak secara khusus di dalam kuali dari tanah liat, serta berbagai jenis hasil bumi yang meliputi umbi-umbian, buah-buahan segar, dan sayur beserta biji-bijian. Banyak masyarakat yang keliru dalam mengartikan manganan (Red: Jawa), banyak dari masyarakat desa sendiri yang memahami bahwa manganan adalah tradisi tayuban di desa. Hal seperti ini adalah perspektif yang salah. Sesungguhnya makna manganan sendiri yaitu sebagai wujud rasa syukur masyarakat setempat atas perolehan panen padi, jagung, kedelai, kacang hijau, dan masih banyak lagi yang dimasak dan dibawa ke punden sekatok (petilasan) yang dikeramatkan warga desa setempat.
Sejarah singkat punden sekatok dari Desa Plesungan. Di mana sejarah pada zaman kerajaan Hindu di tanah Jawa, terdapat karang pedesaan yang tenang, tenteram dan damai. Pada suatu saat setelah pergolakan politik terjadi, terjadilah pemberontakan politik di daerah tersebut, maka terjadilah pemberontakan yang berimbas pula pada kehidupan di desa tersebut. Apabila terjadi pelarian prajurit kerajaan, warga desa tersebut selalu membunyikan isyarat lesung (alat penumbuk padi), dan pada akhirnya desa tersebut dinamakan desa Plesungan. Sejarah masih berlanjut pada zaman Kerajaan Mataram Islam, ada sesorang yang dianggap linuwuh (sakti) yang bernama Sandugo yang pernah singgah dan mendirikan padepokan tempat salat dan mengaji di Desa Plesungan, dan juga sebagai tempat bertapa. Tak berlangsung lama Sandugo akhirnya lenyap tanpa ada seseorang yang tahu kepergiannya, dan yang ditinggalkan hanya kathok (celana) yang pada akhirnya tempat tersebut diberi nama Punden Petilasan Sekathok. Di mana tempat yang juga dibuat doa bersama masyarakat desa setempat dalam acara sedekah bumi tersebut.
Banyak masyarakat yang memahami berdoa di punden adalah bentuk kemusyrikan, tetapi sebagai masyarakat yang lahir dari adat istiadat tanah Jawa di mana kita harus memahami leluhur terdahulu kita sebagai salah satunya berdoa saat manganan sebagai perantara terkabulnya doa kepada Tuhan yang Mahaesa saja. Pemaknaan rasa syukur selama 1 tahun dengan suka cita, dan bentuk manganan dan doa bersama.
Tetapi dalam masyarakat Jawa, menghormati dan menghargai tradisi pendahulu merupakan karakteristik yang tidak dapat terpisahkan, dengan tetap mengedepankan sikap tauhid akan menjadikan budaya yang berbudi luhur serta berkat tersendiri bagi warganya.
Penulis: Elok Nuriyyah Pratama
0 Komentar