Maratus Sholikhah/Istimewa
Gagarmanik.IDAtus, itulah nama panggilannya, buatku. Nama lengkapnya Maratus Sholikhah double ‘h’, entah yang lain mau manggil apa terserah, yang penting manggilku tetap Atus, kadang Maratus, sesekali ketambahan nduk, jadinya Nduk Atus.

Maratus Sholikah merupakan mahasiswi dari Kampus Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban yang beralamatkan rumah di Desa Beji Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban. Kali pertama tahu Nduk Atus saat berada dalam satu forum yang sama, atau lebih tepatnya berada dalam event yang pernah aku buat sebelumnya, kalau ndak salah ya event nulis, entah nulis apa, agak sedikit lupa. Hingga kemudian kenal lebih jauh sampai akrab. Dan yang lebih mengejutkan lagi pas kenalan lebih jauh ternyata kita satu almamater.

Perempuan ini mengawali menulisnya sejak masuk di bangku Madrasah Ibtidaiyah (MI), ini datanya tak ambil saat berbincang panjang lebar melalui pesan singkat WhatsApp, kurang lebih ini yang ia katakan:

“Sebenarnya hanya berawal dari hobi sejak MI, misal tugas Bahasa Indonesia disuruh membuat 1 puisi, pasti saya bikinnya entah 2 atau 3 haha. Lalu, masuk ke MTs, semakin banyak baca buku semakin pengen seperti mereka—(penulis yang bukunya saya baca).”

Jelas bukan, kalau Nduk Atus sebenarnya sudah mempunyai bakat yang sengaja terpendam dan pelan-pelan dimunculkan melalui beberapa karyanya, saking semangatnya guru yang hanya memberikan tugas menulis 1 puisi, Nduk Atus justru membuat 2 sampai 3 puisi. Andaikan tidak ada jiwa-jiwa seorang penulis, mungkin Nduk Atus sudah mengeluh sebelum mengerjakan tugasnya. “Hmmmm,,,puisi lagi,” misalnya kalau dipraktikkan.

Nduk Atus juga pernah meraih beberapa juara menulis, di antaranya juara 1 lomba menulis cerpen pada saat duduk di bangku MTs, juara 1 lomba drama di mana Nduk Atus berperan sebagai penulis naskahnya, juara 2 Lomba Cerpen Nasional yang diadakan Pondok Pesantren Darul Lughah Wa da'wah Pasuruan Jawa Timur, Juara 1 Puisi Bertema Mencintai Tuhan, Juara 1 Puisi nasional yang diadakan Himpunan Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Banten, Juara 3 Cerpen Nasional yang diadakan Jejak Publisher.

Selain itu ada beberapa tulisan yang diterbitkan secara antologi bersama termuat di buku yang berjudul:

  • Tasbih-tasbih Rindu (2017).
  • Rindu dan Senja (2017).
  • Perpisahan (2017).
  • Hilang (Kumpulan Puisi) 2017.
  • Hilang (Kumpulan Cerpen) 2020.
  • Pelangi Kehidupan (2017).
  • Misteri Rindu (2016).
  • Pantai Boom Tuban (2017).
  • Kumcer Phobia (2017).
  • Demi Dia (2018).
  • Paribahasa Bercerita (2021).
  • Untuk yang Tersayang (2021).
  • Seuntai Sajak Sendu (2017).
  • Dan masih beberapa lainnya.

Sebenarnya tidak ada misi atau tujuan khusus ketika Nduk Atus menulis atau mempublikasikannya, karena menurut Nduk Atus menulis untuk dirinya sendiri, sebagai salah satu cara meredamkan hal-hal rumit di kepala. Nduk Atus tetap belajar dengan giat, namun tidak begitu ambisius agar tulisannya dikenal, karena setiap tulisan akan bertemu pembacanya.

Untuk mencari arus berbeda, kali ini Nduk Atus mencari kesibukan dengan nulis review buku-buku, tentu secara bertahap dan pelan-pelan.

Menurut Nduk Atus, ada satu hal yang paling tidak terlupakan adalah saat menulis buku Ambivalensi, saat itu dia belum punya laptop, sampai-sampai pinjam laptop teman, namanya Fida. Nduk Atus memegang satu prinsip, kata-kata tersebut didengar dari sosok inspiratif di televisi ketika Nduk Atus masih MI, bahwa "Berkaryalah tanpa batas, walau dalam kerterbatasan."

Sekiranya itulah kata-kata yang dipegang. Meskipun dulu belum punya laptop, tetapi punya teman baik yang mau meminjami itu juga rezeki.

Penulis: CD GM