![]() |
Ilustrasi Serat Wedhatama/Gagarmanik.ID |
Seorang pencari ilmu harus memiliki karakter “Lila lamun ora kelangan nora gegetun” Rela demi kehilangan sesuatu. Untuk menikmati hidup atau pun menikmati proses pencarian ilmu harus ada yang dikorbankan, tidak bisa langsung menikmati enaknya saja. Seperti halnya saat membeli buku maka harus mengorbankan uang untuk membelinya.
Perkara yang kedua adalah “Trima lamun ketaman seserik sameng dumadi” menerima dengan sabar ketika mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan hati. Ketika dalam kehidupan kita melakukan atau menempuh jalur kusus yang berbeda dengan orang lain, pasti ada perlakuan-perlakuan yang menyakitkan hati atau tidak cocok dengan apa yang kita lakukan. Terimalah hal tersebut dan dengan diiringi karakter yang terakhir yakni “Legawa nelangsa srah ing bathara” yaitu ikhlas menyerahkan diri pada Tuhan. Jika tiga karakter ini dimiliki maka hidup akan tenteram.
Hidup akan terasa sumpek apabila tidak rela jika kehilangan sesuatu, tidak terima ketika tertimpa hal-hal yang tidak disukai, tidak ikhlas dengan jalan hidup yang sudah ada, selalu mengeluh dan protes terhadap Tuhan. Jangan sampai dalam menjalani hidup, kita mempunyai karakter orang yang tidak berilmu di antaranya:
“Nggugu karsaning priyangga, nora nganggo peparah lamun angling, lumuh ing ngaran balilu, uger guru aleman, nanging jenma ingkang wus waspadeng semu, sinamun ing samudana, sesadon ing ngadu manis.” Menuruti kemauan sendiri, bila berbicara tanpa mempertimbangkan, tetapi tidak mau dianggap bodoh, maunya dipuji-puji, tetapi manusia yang sudah waspada terhadap situasi, disamarkan dengan “samudana” (bicara baik dengan wajah manis) prasangkanya selalu baik.
Dari narasi di atas untuk mengetahui perbedaan antara orang berilmu dan tidak bisa dilihat dari caranya berbicara, jika ada orang yang bicara sukanya blak-blakan, terang-terangan, apa adanya tidak dipikir dahulu, jangan dikira orang yang blak-blakan itu orang yang baik, atau berilmu, sebab perilaku yang demikian itu menunjukkan orang tersebut tidak bisa mengekang dirinya, menunjukkan dirinya tidak pinter, dianggap bodoh tidak mau, dan pingin dipuji. Kebalikannya manusia yang sudah bisa menguasai dirinya kalau tidak suka dengan sesuatu tidak tiba-tiba berbicara yang buruk, atau blak-blakan, akan tetapi kalau mengungkapkan sesuatu disamarkan atau dikemas dengan bicara yang baik dan dengan wajah manis.
Ciri orang yang tidak berilmu selanjutnya adalah “Si pengung nora nglegewa sangsayarda denira cacariwis, ngandhar-andhar angendukur, kandhane nora kaprah, saya elok alangka longkangipun, si wasis waskitha ngalah ngalingi marang si pingging.” Sidungu tidak menyadari, bahwa bualanya semakin menjadi-jadi, bicara semakin ngelantur, bicaranya tidak masuk akal, makin aneh dan tidak ada putusnya, yang pandai waspada dan mengalah, menutupi aibnya si tolol.
Jika menjumpai orang yang dogmatis, tidak mau ngalah, dan ngelantur kalau bicara jangan dilawan saat itu juga biarkan sampai suasananya lerem. Rumus untuk menghadapinya adalah “sing waras ngalah”.
Penulis: SEP GM
0 Komentar