Mahasiswa KKN IAINU Tuban Kunjungi Sentra Produksi Batik di Dusun Pangklangan . (Foto: Gagar Manik)
Gagar Manik - Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Kelompok 9 IAINU Tuban melakukan kunjungan ke salah satu sentra produksi batik milik Bapak Rawi dan Ibu Liswati di Dusun Pangklangan Desa Mandirejo. Kunjungan ini merupakan bagian dari kegiatan program kerja sekaligus untuk menggali informasi mengenai karya seni rupa dan kriya tradisional yang masih eksis di tengah perkembangan zaman.

Usaha batik milik Bapak Rawi dan Ibu Liswati ini telah berdiri sejak tahun 2013. Berawal dari pengalaman sebagai karyawan di usaha batik orang lain, beliau memberanikan diri membuka usaha sendiri setelah memiliki modal awal sekitar Rp5 juta.

"Dulu saya kerja di pengrajin batik juga. Setelah ada modal sendiri, saya putuskan buat buka usaha sendiri sejak tahun 2013," ungkap Ibu Liswati saat diwawancarai oleh mahasiswa KKN.

Untuk proses penjualannya biasanya dikirim untuk dijual di Sunan Bonang Tuban dan juga Asmoro Qondi di Gesikharjo palang. Selain itu, juga melakukan pengiriman penjualan di luar kota tuban seperti di Surabaya.

Proses pembuatan batik ini sendiri melalui tahapan yang cukup panjang. Pertama, kain dipotong dan dijahit menjadi baju, kemudian dicap atau dilukis menggunakan canting untuk menghasilkan motif yang beragam. Setelah itu, pewarnaan awal dilakukan menggunakan lilin atau malam, kemudian dijemur. Proses pewarnaan dilanjutkan dengan menggunakan pewarna pakaian, lalu direbus, dan kembali dijemur hingga benar-benar kering.

Dalam produksinya, Ibu Liswati menggunakan berbagai peralatan dan bahan seperti kain yang dibeli dari Bongkol, kompor, wajan, canting, lilin/malam, pewarna pakaian, kuas, gunting, dan mesin jahit. Saat ini, ia dibantu oleh beberapa orang karyawan yang bekerja masing-masing dalam pembagian proses produksinya. 

Namun, tidak sedikit pula kendala yang dihadapi, terutama saat musim hujan yang memperlambat proses pengeringan kain. Ia juga menekankan bahwa kualitas harus tetap dijaga agar produk tetap laku di pasar.

"Kalau musim hujan, baju susah kering. Kita harus hati-hati supaya cap dan warnanya nggak rusak, biar bisa dijual dan pelanggan tetap percaya," jelasnya.

Kunjungan ini memberikan wawasan berharga bagi mahasiswa KKN tentang bagaimana warisan budaya lokal seperti batik tetap dapat menjadi sumber ekonomi yang menjanjikan, serta pentingnya menjaga kualitas dan semangat wirausaha di tengah keterbatasan dan menjadi inspirasi bagi generasi muda saat ini. 

Penulis: Silvy Qudrotun Nada