Lakpesdam PCNU Tuban, Aam Waro’ Panotogomo: 80 Tahun Kemerdekaan Tantangan Global Semakin Nyata. [Foto: Gagar Manik]
Gagar Manik - Menyongsong peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCNU Tuban menggelar forum refleksi kebangsaan yang menghadirkan para kader NU, aktivis, tokoh masyarakat, dan perwakilan generasi muda. Forum ini menjadi ajang diskusi terbuka untuk mengulas perjalanan panjang bangsa, menimbang keberhasilan pembangunan, sekaligus menyoroti tantangan kebijakan yang masih dihadapi Indonesia hingga kini. Kegiatan tersebut terlaksana pada, Minggu (17/08/25).

Dalam diskusi publik tersebut,  Ketua Lakpesdam PCNU Tuban Aam Waro’ Panotogomo menekankan bahwa kemerdekaan bukan hanya perayaan simbolik, melainkan momentum evaluasi menyeluruh. “Delapan puluh tahun adalah usia yang matang bagi sebuah bangsa. Namun, kedewasaan itu harus tercermin dalam arah kebijakan dan keberpihakan pada rakyat. Kita harus jujur: ada capaian besar yang patut disyukuri, tetapi juga ada pekerjaan rumah besar yang belum tuntas,” ujarnya.

Selain itu Gus Aam juga menyampaikan, berbagai capaian positif Indonesia dalam delapan dekade terakhir. Akses pendidikan semakin luas dengan hadirnya program wajib belajar dan beasiswa bagi siswa kurang mampu. Di bidang infrastruktur, jalan tol, bandara, hingga jembatan penghubung antarwilayah telah mempercepat mobilitas dan integrasi ekonomi nasional.

“Namun PR terberat bangsa ini adalah memerangi budaya korupsi yang masih merajalela. Kesenjangan sosial yang masih cukup tinggi dan tumpang tindih kebijakan di antara L/K. Ini menjadi problem jika pemerintah tidak berhasil dalam melakukan transformasi kebijakan. Baik level desa maupun tingkat nasional. Sedangkan tantangan pembangunan global di depan mata. Yakni kemajuan teknologi, ekonomi digital dan persaingan ekonomi yang sulit dijangkau,” tegas Gus Aam.

Lebih lanjut ia menegaskan, transformasi layanan publik berbasis digital dinilai telah membuka akses baru bagi masyarakat, terutama di sektor administrasi pemerintahan, UMKM, dan layanan kesehatan. “Digitalisasi membawa Indonesia lebih dekat ke era modernitas. Tetapi, kita harus memastikan jangan sampai kesenjangan digital menciptakan jurang baru antara kota dan desa,” tandasnya.

Meski begitu, refleksi 80 tahun kemerdekaan juga menyingkap tantangan yang belum terselesaikan. Ketimpangan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi nasional seringkali tidak diiringi dengan pemerataan, sehingga desa-desa tertinggal masih bergelut dengan keterbatasan akses fasilitas dasar.

Masalah korupsi juga menjadi sorotan tajam. Praktik penyalahgunaan wewenang di tingkat pusat maupun daerah dinilai masih menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi negara.

“Bagaimana mungkin kita berbicara tentang kedaulatan rakyat kalau anggaran untuk rakyat justru bocor di tangan oknum pejabat?” ungkap Ahmad Syifyani salah seorang aktivis dalam forum.

Selain itu, isu lingkungan muncul sebagai tantangan kebijakan yang kian mendesak. Eksploitasi sumber daya alam tanpa perhitungan matang telah merusak ekosistem, menimbulkan bencana banjir dan krisis air bersih. Menurut Yani sapaan akrabnya, ke depan kebijakan pembangunan harus lebih berpihak pada keberlanjutan dan keseimbangan alam.

“Kita harus lebih tegas dalam melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Karena anak-cucu generasi bangsa ini akan menjadi pewaris selanjutnya,” tambahnya. 

Diskusi menjadi semakin dinamis ketika peserta membicarakan persoalan keadilan sosial. Meskipun pembangunan nasional telah berlangsung masif, pemerataan hasilnya belum sepenuhnya dirasakan masyarakat desa.

“Ada paradoks. Infrastruktur megah berdiri di kota-kota besar, tetapi masih banyak desa terpencil yang kesulitan listrik, air bersih, dan akses internet. Padahal, cita-cita kemerdekaan adalah menghadirkan keadilan di seluruh penjuru nusantara,” tutur Rofik Wahyudin salah satu peserta.

Lakpesdam PCNU Tuban menekankan pentingnya kemandirian desa sebagai basis pembangunan nasional. Dengan penguatan kapasitas kelembagaan, transparansi Dana Desa, dan partisipasi aktif masyarakat, desa diharapkan bisa menjadi motor penggerak ekonomi lokal sekaligus benteng nilai-nilai sosial budaya.

Dalam forum refleksi ini, Lakpesdam PCNU Tuban juga menyerukan agar masyarakat sipil semakin aktif mengawal kebijakan pemerintah. Partisipasi publik bukan hanya bentuk kontrol sosial, tetapi juga wujud tanggung jawab warga negara untuk memastikan bahwa arah kebijakan sesuai dengan amanat konstitusi dan nilai kemerdekaan.

Organisasi keagamaan seperti NU dinilai memiliki posisi strategis. Selain menjadi penjaga moralitas bangsa, NU juga dapat menjadi mitra kritis sekaligus solutif bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pro-rakyat. “NU memiliki basis kuat di akar rumput. Peran ini harus dimanfaatkan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat kecil agar suara mereka tidak hilang dalam kebisingan politik elit,” tegas Gus Aam.

Rekomendasi: Dari Refleksi Menuju Aksi

  • Perumusan kebijakan yang lebih pro-rakyat dengan menekankan pemerataan pembangunan, bukan hanya pertumbuhan ekonomi.
  • Penguatan kelembagaan desa agar mampu mengelola potensi lokal secara berkelanjutan dan transparan.
  • Peningkatan transparansi anggaran dan pemberantasan korupsi sebagai syarat mutlak tercapainya keadilan sosial.
  • Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan organisasi keagamaan dalam mengawal pembangunan nasional.
  • Kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk menjawab tantangan krisis iklim dan kerusakan alam.

“Refleksi 80 tahun kemerdekaan tidak boleh berhenti pada wacana. Kita harus melangkah ke aksi nyata. Bangsa ini membutuhkan keberanian politik, keberpihakan, dan visi jangka panjang untuk menjadikan Indonesia benar-benar merdeka secara sosial, ekonomi, dan budaya,” pungkasnya.

Dengan refleksi ini, Lakpesdam PCNU Tuban berharap momentum 80 tahun kemerdekaan dapat menjadi pijakan baru bagi Indonesia dalam menata arah kebijakan yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat. (*)